Jumat, 08 April 2011

Laporan Praktikum IPN 3 Saponin (Ivan Noveanto)

Laporan Praktikum Ke: 3 (tiga)                    Hari/Tanggal: Senin/ 14 Maret 2011
Integrasi Proses Nutrisi                                  Tempat Praktikum:Lab. Fisiologi (BFM)
                                                                       Nama Asisten: Suardi


SAPONIN

Ivan Noveanto
D24090041


DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saponin merupakan detergen alami yang ditemukan di banyak tanaman serta merupakan glikosida non nitrogen, glikosida kompleks atau metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin mempunyai beberapa sifat antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi hewan berdarah dingin, namun tidak beracun bagi hewan berdarah panas.
Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa, sehingga menyebabkan membranolisis pada sel membran protozoa. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan. Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran pencernaan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan saponin dalam hijauan pakan ternak dengan menggunakan pelarut air, mengetahui kestabilan busa saponin di dalam larutan saliva buatan dan cairan rumen, dan mengetahui pengaruh penggunaan saponin terhadap populasi protozoa rumen.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumen
Ruminansia mempunyai lambung-lambung yang besar, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum, dan omasum (Arora, 1989). Ruminansia mampu mencerna serat dengan baik. Hal ini dikarenakan ternak ruminansia memiliki saluran pencernaan yang kompleks yang mampu mencerna hijauan (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mempunyai temperatur 38 – 42oC. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8 (Arora, 1989).
Dari empat bagian perut tersebut, rumen merupakan bagian perut yang terbesar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Pencernaan fermentatif makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung baik apabila didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.
Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6 setiap cc isi rumen (Sutardi, 1977). Beberapa jenis bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah (a) bakteri/mikroba lipolitik, (b) bakteri/mikroba pembentuk asam, (c) bakteri/mikroba amilolitik, (d) bakteri/mikroba selulolitik, (e) bakteri/mikroba proteolitik.
Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut sebagai Sapotoksin.
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek anti jamur. Pada binatang menunjukkan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah konjugasi dengan asam glukoronida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintesis dari obat kortikosteroid.
Contoh senyawa saponin steroid diantaranya adalah : Asparagosides (Asparagus officinalis), Avenocosides (Avena sativa), Disogenin (Dioscorea floribunda dan Trigonella foenum graceum). Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan β-amyirine. Contoh senyawa triterpen steroid adalah : Asiaticoside (Centella asiatica), Bacoside (Bacopa monneira), Cyclamin (Cyclamen persicum) (Davis, 1956).
Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa sehingga menyebabkan membrondisis pada sel membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran pencernaan (Cheeke,1999).
Saponin mampu mempengaruhi proses penyerapan lemak karena mampu berikatan dengan garam empedu an kolesterol membentuk misell di saluran pencernaan (Cheeke, 1999). Ukuran saponin yang besar mengakibatkan zat tersebut tidak dapat diserap disaluran pencernaan dan langsung dikeluarkan bersama feses (Abadi, 2004).
Trypan Blue Formalin Salin (TBFS)
Trypan Blue Formalin Salin (TBFS) merupakan larutan yang biasa dipakai dalam teknik pewarnaan. Larutan TBFS terdiri dari 100 ml formaldehid 35%, 2 g triphan blue, 9 g NaCl, dan 900 ml air (Hvelplund, 1991). Dalam larutan ini, protozoa yang ingin diamati otomatis akan mati dan berwarna biru.
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis)
Tanaman kembang sepatu tumbuh sekitar 2 sampai 5 meter. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing. Kembang sepatu ini memiliki lima helai daun kelopak. Mahkota bunga terdiri dari 5 lembar atau lebih. Tangkai putik berbentuk silinder panjang dikelilingi tangkai sari berbentuk oval yang bertaburan serbuk sari.  Bunga kembang sepatu ini berbentuk terompet dengan diameter bunga sekitar 5 cm hingga 20 cm. Pengembangbiakan tanaman kembang sepatu ini bisa dengan cara stek, pencangkokan, dan penempelan. Tanaman ini akan tumbuh baik pada kondisi tanah yang lembab dengan pemupukan sebualan sekali (Kimbrough, 1978 ). Kembang sepatu selain sebagai sumber hijauan ruminansia juga dapat digunakan sebagai agensi defaunasi. Didalam kembang sepatu mengandung saponin yang mampu meredam protozoa. Kemampuan kembang sepatu meredam protozoa lebih tinggi dibandingkan minyak kelapa. Kembang sepatu dapat mengurangi jumlah protozoa rumen sampai 54% (Jalaludin, 1994).
Daun Singkong (Manihot esculenta)
Singkong merupakan tanaman yang mudah dijumpai dan banyak dihasilkan di Indonesia. Bagian singkong yang dapat digunakan sebagai bahan pakan adalah umbi gaplek. Daun singkong adalah sumber vitamin C dan mengandung provitamin A. daun singkong mengandung tannin atau HCN (racun). Tannin atau HCN pada daun singkong segar akan banyak berkurang bila deaun singkong dicacah, dijemur dan dilayukan selama1-2 hari sebelum dijadikan campuran ransom (Adrizal, 2003). Daun singkong dapat digunakan sebagai sumber protein untuk bahan makanan terna karena mengandung protein tinggi yaitu sekitar 24,1% (Sutardi, 1980). Kelemahan pada daun singkong adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi yaitu sekitar 15% (Eviyati,1993) serta kandungan kandungan HCN dari daun singkong dapat mencapai 6 kali andungan HCN umbinya (Ravindran et al.,1985).
Gamal ( Gliricidia sepium )
Gamal sangat tahan terhadap musim kemarau panjang sehingga tetap mampu menghasilkan daun. Gamal dapat tumbuh diberbagai tanah, termasuk tanah kurang subur pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut. Gamal mudah dibudidayakan yakni melalui stek. Produksi hijauan gamal dipengaruhi oleh umur dan ukuran tanaman, lingkungan dan manajemen pemotongan.
Pemanfaatan daun gamal sebagai sumber pakan ruminansia sangat memungkinkan dan beralasan, mengingat tanaman gamal dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan dan produksi hijauan tinggi. Daun gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak kambing maupun pakan campuran melalui proses pelayuan. Meski demikian, pemanfaatan daun gamal semata-mata ternyata belum mampu menunjukkan tingkat produktivitas ternak yang baik. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tidak tercukupinya unsur-unsur nutrisi yang penting, adanya zat anti nutrisi utamanya saponin dan rendahnya palatabilitas.
Daun Lamtoro ( Leucana leucocephala )
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Ternak sapi dan kambing menghasilkan pertambahan bobot yang baik dengan komposisi hijauan pakan berupa campuran rumput dan 20—30% lamtoro. Meskipun semua ternak menyukai lamtoro, akan tetapi kandungan yang tinggi dari mimosin dapat menyebabkan kerontokan rambut pada ternak non-ruminansia. Mimosin, sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering. Pemanasan dan pemberian garam besi-belerang pun dapat mengurangi toksisitas mimosin.
Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14-19%, sedangakan kandungan serat kasar umumnya berfliktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35-44%. Daun lamtoro umumnya defisiensi asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi.
Protozoa
Secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi, Protozoa adalah hewan pertama. Tubuh protozoa amat sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tunggal (unisel). Namun demikian, protozoa merupakan sistem yang serba bisa. Semua tugas tubuh dapat dilakukan oleh satu sel saja tanpa mengalami tumpang tindih. Ukuran tubuhnya antara 3-1000 mikron. Bentuk tubuh bermacam-macam, ada yang seperti bola, bulat memanjang, atau seperti sandal, bahkan ada yang bentuknya tidak menentu. Protozoa ada yang memiliki flagelata. Protozoa hidup secara soliter atau bentuk koloni. Selain itu ada yang bersifat saprofitik, yaitu menggunakan sisa bahan Organik dari organisme yang telah mati, ada pula yang bersifat parasitik. Perkembangbiakan yang biasa dilakukan adalah dengan membelah diri. Dalam kondisi yang sesuai mereka mengadakan pembelahan setiap 15 menit (Arora, 1989).
Agen Defaunasi
Defaunasi adalah pengurangan jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Populasi protozoa dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 2001).
Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak. Bahan-bahan alami yang relatif aman untuk digunakan sebagai agen defaunasi, misalnya minyak kelapa atau daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Penggunaan daun kembang sepatu sebagai agen defaunasi lebih baik daripada minyak kelapa, seperti yang telah diteliti oleh Widayati (1994), bahwa peningkatan kecernaan ransum yang didefaunasi dengan daun kembang sepatu lebih tinggi daripada minyak kelapa.

MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortar dan pestel, corong, tabung reaksi, tabung fermentor, rak tabung reaksi, pipet mohr, timbangan kasar, obyek glass, cover glass, spoit, counting chamber, mikroskop, shaker water bath, bulp.
Bahan yang digunakan adalah cairan rumen, saliva buatan, daun (lamtoro, gamal, kembang sepatu, dan daun singkong), sabun cair, gas CO2, aquades, larutan TBFS, kapas dan tisue.
Metode
Persiapan sampel daun
Gerus/ giling sampel daun (lamtoro, gamal, kembang sepatu, dan daun singkong) dengan menggunakan pestel dan mortar, masukkan masing-masing 2 gram sampel gerusan ke dalam gelas piala, tambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, dinginkan dalam suhu ruang, saring dengan corong dan kapas, ambil filtrat dan buang ampasnya.
Persiapan sampel sabun
Satu gram sabun cair ditimbang, kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga mencapai volume 100 ml.
Uji saponin
Filtrat daun (lamtoro, gamal, kembang sepatu, dan daun singkong) dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi – tutup. Dikocok selama 10 detik, ukur ketinggian busa. Diamkan 1 menit, ukur ketinggian busa stabil. Percobaan ini dilakukan pada filtrat yang dipanaskan dan tanpa dipanaskan. Kemudian dicatat hasilnya.
Uji kestabilan busa dalam larutan saliva buatan dan cairan rumen
Filtrat daun (lamtoro, gamal, kembang sepatu, dan daun singkong) yang panas dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi – tutup. Kemudian ditambah 5 ml larutan saliva buatan. Dikocok selama 10 detik, ukur ketinggian busa. Diamkan 1 menit, ukur ketinggian busa stabil. Selanjutnya dilakukan percobaan yang sama dengan menggunakan cairan rumen dan sabun. Kemudian diamati perbedaan antar sampel.
Uji pengaruh saponin terhadap populasi protozoa
Tabung fermentor yang berisi gas CO2 disiapkan sebanyak 6 buah. Kemudian dimasukkan 1 ml filtrat yang panas ( daun lamtoro, gamal, kembang sepatu, daun singkong, sabun, dan blanko aquadest) menggunakan spoit ke dalam masing-masing tabung. Ditambahkan sebanyak 5 ml cairan rumen dan dikocok perlahan di dalam shaker water bath selama 10 menit. Cairan diambil dengan menggunakan spoit dan diletakkan pada counting chamber yang sudah diletakkan cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Lihat perbedaan terhadap jumlah protozoa pada masing-masing filtrat.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
1.      Uji saponin

Nama filtrat
Dingin
Panas
Tinggi busa (cm)
Setelah di diamkan 1 menit (cm)
Tinggi busa (cm)
Setelah di diamkan 1 menit (cm)
Gamal
1
0,1
0,5
0,05
Daun singkong
1,1
0,5
1,2
0,5
Kembang sepatu
0,4
0
0,5
0
Daun lamtoro
0,6
0,1
1,1
0,1
Sabun cair
10,8
9.8
-
-

2.      Uji kestabilan busa dalam larutan saliva buatan dan cairan rumen
-          Dalam larutan saliva

Nama filtrat
Perlakuan filtrat panas
Tinggi busa (cm)
Setelah di diamkan 1 menit (cm)
Gamal
2,3
0,9
Daun singkong
2,5
1,7
Kembang sepatu
0,8
0,2
Daun lamtoro
2,2
1,2
Sabun cair
8,5
7,0

-          Dalam cairan rumen

Nama filtrat
Perlakuan filtrat panas
Tinggi busa (cm)
Setelah di diamkan 1 menit (cm)
Gamal
2,8
1,0
Daun singkong
2,5
1,3
Kembang sepatu
1,0
0,2
Daun lamtoro
3,0
0,5
Sabun cair
9,2
8,4

3.      Uji pengaruh saponin terhadap populasi protozoa

Nama filtrat
Perlakuan filtrat panas
Jumlah
Bidang pandang
1
2
3
4
5
Gamal
1
0
0
0
0
1
Daun singkong
0
3
2
1
2
8
Kembang sepatu
0
0
1
0
0
1
Daun lamtoro
5
4
2
0
8
19
Sabun cair
0
0
1
1
1
3
Blanko aquadest
2
1
4
2
0
9
Dari hasil tersebut, dapat dicari jumlah protozoa/ mm sampel cairan rumen, dengan rumus:
Jumlah protozoa
Keterangan,     n  = jumlah protozoa
                        Fp = faktor pengencer (1 ml sampel + 1 ml TBFS) = 2
Maka, hasilnya:
Daun gamal                 = 4000/ml
Daun singkong            = 32000/ml
Kembang sepatu         = 4000/ml
Daun lamtoro              = 76000/ml
Sabun cair                   = 12000/ml
Blanko aquadest         = 36000/ml
Pembahasan
Saponin merupakan detergen alami yang ditemukan di banyak tanaman serta merupakan glikosida non nitrogen, glikosida kompleks atau metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam. Saponin dapat ditemukan pada biji-bijian dan pada hijauan makan ternak. Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa, sehingga menyebabkan membranolisis pada sel membran protozoa.
Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak. Defaunasi adalah pengurangan jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Bahan-bahan alami yang relatif aman untuk digunakan sebagai agen defaunasi, misalnya daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis).
Adanya saponin pada filtrat jelas tampak ditandai dengan adanya busa setelah dikocok dan didiamkan. Pada percobaan yang telah dilakukan, didapatkan adanya busa pada semua filtrat daun setelah dikocok, baik dalam perlakuan panas maupun perlakuan dingin. Busa lebih banyak terdapat pada filtrat yang diberi air tanpa dipanaskan, walaupun ada beberapa filtrat yang terdapat busa lebih banyak pada air yang dipanaskan. Menurut literatur, keadaan panas atau pemberiaan suhu panas pada daun yang mengandung saponin akan menyebabkan busa yang terbentuk akan semakin sedikit. Hal ini memberikan dua hasil yang berbeda, perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh pengocokan yang berbeda dan pengukuran tinggi busa yang dilakukan oleh orang yang berbeda.
Menurut literatur seharusnya pada daun kembang sepatu terdapat zat saponin sama halnya dengan daun gamal tetapi pada percobaan filtrat daun kembang sepatu tidak terdapat busa dan sedikit busa pada daun lamtoro. Hal ini disebabkan karena kemungkinan pengukuran tinggi busa yang dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga didapatkan hasil yang berbeda pula. Adapun daun lamtoro mengandung mimosin dan daun singkong mengandung zat antinutrisi berupa tannin dan sianida. Pada sampel sabun cair didapatkan hasil busa yang sangat banyak, hal tersebut mengindikasikan tingginya saponifikasi pada sabun cair.
Percobaan kedua yang dilakukan adalah uji kestabilan busa pada saliva buatan dan cairan rumen. Dalam artian, filtrat ditambahkan dengan saliva buatan  dan dibandingkan dengan filtrat yang ditambahkan dengan cairan rumen. Filtrat yang dipakai adalah filtrat setelah dipanaskan. Di samping itu juga dilakukan pengamatan dengan blanko yaitu dengan cairan sabun. Hasil pengujian penambahan saliva buatan pada filtrat menunjukkan bahwa ternyata busa terbentuk pada semua filtrat, busa terbanyak terdapat pada filtrat sabun dan busa paling sedikit terdapat pada filtrat daun kembang sepatu. Ketinggian busa stabil pada sabun, lamtoro, daun singkong, gamal, dan daun kembang sepatu berturut-turut adalah 7; 1,2; 1,7; 0,9; 0,2 cm.
Berbeda halnya dengan perlakuan penambahan cairan rumen pada masing-masing filtrat. Ketinggian busa stabil pada sabun, lamtoro, daun singkong, gamal, dan daun kembang sepatu berturut-turut adalah 8,4; 0,5; 1,3; 1; 0,2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kestabilan busa terbentuk banyak pada cairan rumen. Hal ini ternyata sesuai dengan uji blanko yang dilakukan yaitu pada cairan rumen kestabilan busa sabun lebih banyak terbentuk bila dibandingkan dengan saliva buatan. Kejadiaan ini disebabkan oleh  saliva buatan hampir sama dengan saliva yang ada pada mulut ternak ruminansia. Saliva berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu di dalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. Jadi sangat jelas bahwa busa yang dihasilkan oleh saponin bisa diminimalkan oleh saliva karena sifatnya yang surfactant.
Percobaan ketiga yang dilakukan adalah uji pengaruh saponin terhadap populasi protozoa pada cairan rumen. Filtrat yang dipakai adalah filtrat setelah dipanaskan. Di samping itu juga dilakukan pengamatan dengan blanko yaitu dengan aquadest dan cairan sabun. Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop, terlihat sangat banyak protozoa hidup pada cairan rumen. Sedangkan hasil percobaan menunjukkan bahwa ternyata pada daun gamal dan daun kembang sepatu hanya terdapat satu protozoa pada kelima bidang pandang, dengan menggunakan rumus jumlah protozoa/mm sampel cairan rumen, didapatkan jumlah protozoa sebanyak 4000/mm cairan rumen. Sedangkan jumlah protozoa pada daun singkong dan lamtoro berturut-turut adalah 32000/mm dan 76000/mm cairan rumen. Pada blanko cairan sabun terdapat 12000/mm dan pada aquadest terdapat 36000/mm cairan rumen. Hal ini agak berbeda bila dibandingkan dengan literatur, seharusnya populasi protozoa berdasarkan kandungan saponin-nya yang paling sedikit adalah terdapat pada cairan sabun, kemudian filtrat daun gamal dan daun kembang sepatu, daun singkong, daun lamtoro, dan yang paling banyak adalah pada blanko aquadest. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dan kurang teliti dalam menghitung populasi protozoa pada mikroskop.


KESIMPULAN
Keberadaan saponin dalam hijauan pakan ternak banyak terdapat pada daun gamal dan daun kembang sepatu. Kestabilan busa terbentuk banyak pada cairan rumen. Kejadiaan ini disebabkan oleh  saliva buatan hampir sama dengan saliva yang ada pada mulut ternak ruminansia yang berfungsi sebagai buffer. Penggunaan saponin sangat berpengaruh terhadap populasi protozoa rumen. Berdasarkan hasil pengamatan di bawah mikroskop, terlihat sangat banyak protozoa hidup pada cairan rumen, sedangkan pada daun gamal dan daun kembang sepatu yang mengandung saponin hanya terdapat satu protozoa pada kelima bidang pandang. Kembang sepatu dapat digunakan sebagai agen defaunasi.


DAFTAR PUSTAKA
Abadi, R. 2004. Dog Foods & Saponins. (terhubung berkala)www. pinnnaclepetsupply .com/-saponin.htm(18 Maret 2011).
Adrizal. 2003. Singkong pakan unggas potensial yang terlupakan. Dalam: Poultry Indonesia. Edisi Desember 2003. 284:16.
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Cheeke. 2000. Saponin : Suprising Benefits of Desert Plants. (terhubung berkala)www.lpi.orego-nstate.edu/sp-spdp/saponin.htm(18 Maret 2011).
Davis, H. 1956. Bentley’s Text-Book of Pharmaceutics. Sixth Edition. Tindall and Cox : London Baillere. pp : 484-487.
Eviyati. 1993. Pemberian tepung daun singkong dalam ransum dan pengaruhnya terhadap ayam broiler. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB: Bogor.
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press: New York and London.
Hvelplund,T. 1991. Volatile Fatty Acids and Protein Production in The Rumen. In : J.P.Jouvany (Ed), Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion Inra: Paris.
Jalaludin. 1994. Uji banding gamal dan angsana sebagai sumber protein, daun kembang sepatu, dan minyak kelapa sebagai agensia defaunasi dan suplementasi, analog hidroksimethionin dan amonium sulfat dalam ransum pertumbuhan sapi perah jantan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Kimbrought, W.D. 1978. Hibiscus. Encyclopedia Americana. Americana Corporation.
Prihandono, R. 2001. Pengaruh suplementasi probiotik bioplus, lisinat Zn dan minyak ikan lemuru (sardinella longiceps) terhadap tingkat penggunaan pakan dan produk fermentasi rumen domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Ravindran, V., E.T. Kornegay dan A.S.B. Rajaguru. 1985. Influence of processing methods and storage time out cyanide potential of cassavaleaf meal. Journal of Animal Science and Technology 17 : 227-234.
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB: Bogor.
Widayati. 1994. Penggunaan daun kembang sepatu dan minyak kelapa dalam ransum bersumber protein gamal dan angsana dengan suplementasi sulfur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Williams, G dan W.J.A. Payne. 1983. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University: Yogyakarta.


LAMPIRAN
Rumus perhitungan jumlah protozoa/ mm sampel cairan rumen, yaitu:
Jumlah protozoa
Keterangan,     n  = jumlah protozoa
                        Fp = faktor pengencer (1 ml sampel + 1 ml TBFS) = 2
Maka:
Daun gamal                 = 4000/ml

Daun singkong            = 32000/ml

Kembang sepatu         = 4000/ml

Daun lamtoro              = 76000/ml

Sabun cair                   = 12000/ml

Blanko aquadest         = 36000/ml