Minggu, 01 Mei 2011

Laporan Praktikum IPN 2 Buffer (Ivan Noveanto)

Laporan Praktikum Ke: 2 (dua)                     Hari/Tanggal: Senin, 7-03-2011
Integrasi Proses Nutrisi                                  Tempat Praktikum:Lab. Fisiologi (BFM)
                                                                       Nama Asisten:  Yasir Gunawan
                                                                                   

BUFFER

Ivan Noveanto
D24090041


DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat menjaga (mempertahankan) pH-nya dari penambahan asam, basa, maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan) setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar.
Perut ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba) terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan bagian perut yang terbesar. Di dalam rumen terdapat aktivitas mikroba (bakteri dan protozoa) yang mensintesis protein untuk ruminansia. Rumen memiliki fungsi untuk memfermentasi makanan yang dimakan oleh ternak. Mikroorganisme pada rumen dapat hidup karena walaupun proses fermentasi yang terjadi dalam rumen menghasilkan asam, epitel rumen dapat menghasilkan larutan penyangga yang dapat mempertahankan pH rumen agar tetap normal.
Larutan buffer fosfat merupakan larutan penyangga buatan, dalam praktikum ini akan dilihat perbedaan perubahan pH antara cairan rumen dengan buffer fosfat terhadap pencampuran asam kuat dan basa kuat.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan larutan asam dan larutan basa ke dalam larutan buffer serta membuat kurva titrasinya.


TINJAUAN PUSTAKA
Rumen
Ruminansia mempunyai lambung-lambung yang besar, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum, dan omasum (Arora, 1989). Ruminansia mampu mencerna serat dengan baik. Hal ini dikarenakan ternak ruminansia memiliki saluran pencernaan yang kompleks yang mampu mencerna hijauan (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mempunyai temperatur 38 – 42oC. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8 (Arora, 1989).
Dari empat bagian perut tersebut, rumen merupakan bagian perut yang terbesar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Pencernaan fermentatif makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung baik apabila didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga, kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupaun ternak menderita lapar dalam waktu lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi (Sutardi, 1977).
Cairan rumen
Cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992). Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase ( Trinci et al., 1994).
Di dalam cairan rumen juga terdapat saliva. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu didalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. (Hvelplund,1991).
Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6 setiap cc isi rumen (Sutardi, 1977). Beberapa jenis bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah (a) bakteri/mikroba lipolitik, (b) bakteri/mikroba pembentuk asam, (c) bakteri/mikroba amilolitik, (d) bakteri/mikroba selulolitik, (e) bakteri/mikroba proteolitik.
Jumlah mikroba di dalam isi rumen sapi bervariasi meliputi: mikroba proteolitik 2,5 x 10 pangkat 9 sel/gram isi rumen, mikroba selulolitik 8,1 x 10 pangkat 4 sel/gram isi rumen, amilolitik 4,9 x 10 pangkat 9 sel/gram isi, mikroba pembentuk asam 5,6 x 10 pangkat 9 sel/gram isi, mikroba lipolitik 2,1 x 10 pangkat 10 sel/gram isi dan fungi lipolitik 1,7 x 10 pangkat 3 sel/gram isi. Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan proein untuk membentuk mikrobial dan vitamin B.
Buffer dan Buffer fosfat
Larutan penyangga atau larutan buffer merupakan suatu larutan yang dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari buffer ini seperti pH buffer hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam atau basa. Buffer yang bersifat asam memiliki pH kurang dari 7 sedangkan buffer basa memiliki pH lebih dari 7. Buffer yang bersifat asam biasanya terbuat dari asam lemah dan basa konjugatnya. Sedangkan buffer yang bersifat basa biasanya terbuat dari basa lemah dan asam konjugatnya.
Larutan buffer merupakan campuran dari asam lemah dan basa konjugasinya maupun basa lemah dan asam konjugasinya. Sebagai contoh, campuran dari larutan CH3COOH (asam lemah) dan larutan CH3COONa (basa konjugasi) membentuk larutan buffer asam. Sedangkan salah satu contoh buffer basa yang sering digunakan di laboratorium adalah campuran dari larutan NH3 (basa lemah) dan NH4Cl (asam konjugasi). Mekanisme kerja larutan buffer adalah menetralkan asam maupun basa dari luar. Masing-masing komponen dalam larutan buffer mampu menetralkan asam maupun basa dari luar.
Buffer fosfat adalah buffer netral dengan kisaran pH 7. Buffer fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4) dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4). Meskipun buffer fosfat juga merupakan larutan penyangga, namun kerja buffer ini tidak lebih baik dari cairan rumen dalam mempertahankan pH. Hal ini dikarenakan adanya proses saliviasi di dalam rumen. Saliva yang dihasilkan kelenjar ludah berperan sebagi buffer alami bagi rumen sehingga kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus.
NaOH
            Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton dari Na+. Basa ini mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium (Na+). Ciri lain dari golongan alkali adalah reduktor kuat dan mampu mereduksi asam, mudah larut dalam air, merupakan penghantar arus listrik yang baik dan panas, urutan kereaktifannya meningkat seiring dengan bertambahnya berta atom (Linggih, 1988). NaOH biasanya digunakan sebagai pelarut disebabkan kegunaan dan efektifitasnya sangat banyak antara lain untuk menetralkan asam. NaOH sangat Reaktif dalam bereaksi dengan lautan asam, ekses yang melebihi keperluan netralisasi akan bereaksi dengan material fospatida.
HCl
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCl merupakan asam kuat dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri.
Cara menghitung pH larutan buffer, asam, dan basa
Larutan buffer berkaitan dengan sistem kesetimbangan asam-basa lemah. Dengan demikian, persamaan matematis untuk menentukan pH larutan penyangga dapat diturunkan melalui persamaan reaksi kesetimbangan asam-basa lemah. Persamaan untuk menghitung pH larutan buffer asam dapat dipelajari melalui contoh berikut :
CH3COOH(aq) + H2O(l) <——> CH3COO-(aq) + H3O+(aq)
Ka = {[H3O+][CH3COO-]} / [CH3COOH]
[H3O+] = Ka {[CH3COOH]} / [CH3COO-]}
Secara umum :
[H3O+] = Ka {[Asam Lemah] / [Basa Konjugasi]}
[H3O+] = Ka {mol Asam Lemah / mol Basa Konjugasi}
Sebaliknya, persamaan untuk menghitung pH larutan buffer basa dapat dipelajari melalui contoh di bawah ini :
NH3(aq) + H2O(l) <——> NH4+(aq) + OH-(aq)
Kb = {[OH-][NH4+]} / [NH3]
[OH-] = Kb {[NH3] / [NH4+]}
Secara umum :
[OH-] = Kb {[Basa Lemah] / [Asam Konjugasi]}
[OH-] = Kb {mol Basa Lemah / mol Asam Konjugasi}
Untuk menghitung pH asam dan basa adalah dengan hasil kali [H+] dan [OH-]. Konsentrasi [H+] dan [OH-] dalam air selalu konstan, dan disebut tetapan air (Kw).
Kw = [H+][OH-] = 10-14
pKw = pH + pOH = 14
Asam kuat:        [H+] = a . Ma               a = jumlah H+
                                                               Ma = kemolaran asam




Asam lemah:      [H+] = √Ka . Ma          Ka = tetapan ionisasi asam

Basa kuat:          [OH-] = b . Mb            b = jumlah OH-
                                                               Mb = kemolaran basa



Basa lemah:       [OH-] = √Kb . Mb       Kb = tetapan ionisasi basa



pH = -log [H+]



MATERI DAN METODE
Materi
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas indikator pH, pengaduk kaca, gelas ukur 50 ml, botol selai, pipet mohr, dan corong.
            Bahan yang digunakan adalah cairan rumen, larutan HCl 0,05 N, larutan NaOH 0,05 N, larutan buffer fosfat, dan aquades.
Metode
Dalam praktikum ini terdapat 5 kali percobaan dengan campuran sampel yang berbeda dan akan dilihat perbedaan terhadap perlakuan pH-nya.
Cairan rumen dengan HCl 0,05 N
Cairan rumen diambil sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai, untuk selanjutnya diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Apabila pH-nya tetap tidak jauh beda dengan pH awal, maka ditambahkan lagi HCl sebanyak 15 ml. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya 2. Setelah itu dibuat kurva titrasinya.
Cairan rumen dengan NaOH 0,05 N
Cairan rumen diambil sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai, untuk selanjutnya diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Apabila pH-nya tetap tidak jauh beda dengan pH awal, maka ditambahkan lagi NaOH sebanyak 15 ml, 20, ml dan 25 ml. Penambahan NaOH dilakukan berulang kali sampai pH-nya 12. Setelah itu dibuat kurva titrasinya.
Buffer fosfat dengan HCl 0,05 N
Buffer fosfat diambil sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai, untuk selanjutnya diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Apabila pH-nya tetap tidak jauh beda dengan pH awal, maka ditambahkan lagi HCl sebanyak 15 ml. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya 2. Setelah itu dibuat kurva titrasinya.
Buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N
Buffer fosfat diambil sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai, untuk selanjutnya diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Apabila pH-nya tetap tidak jauh beda dengan pH awal, maka ditambahkan lagi NaOH sebanyak 15 ml. Penambahan NaOH dilakukan berulang kali sampai pH-nya 12. Setelah itu dibuat kurva titrasinya.
NaOH 0,05 N dengan HCl 0,05 N
    NaOH diambil sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam botol selai, untuk selanjutnya diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Apabila pH-nya tetap tidak jauh beda dengan pH awal, maka ditambahkan lagi HCl sebanyak 15 ml. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya 2. Setelah itu dibuat kurva titrasinya.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1.      Cairan rumen + HCl 0,05 N
pH HCl                = 1,3
pH cairan rumen awal      = 8
Penambahan HCl
pH cairan rumen setelah penambahan HCl
10 ml
8
10 ml
7
10 ml
7
15 ml
6
15 ml
5
15 ml
4,5
15 ml
4
15 ml
3,5
15 ml
3
15 ml
2
∑ = 120 ml
-

2.      Cairan rumen + NaOH 0,05 N
pH NaOH                        = 12,7
pH cairan rumen   awal     = 7
Penambahan NaOH
pH cairan rumen setelah penambahan NaOH
10 ml
9
10 ml
9
10 ml
9
15 ml
9
15 ml
10
20 ml
11
20 ml
11
20 ml
11
20 ml
11
25 ml
12
∑ = 165 ml
-

3.      Buffer fosfat + HCl 0,05 N
pH HCl    = 1,3
pH Buffer fosfat awal     = 7

Penambahan HCl
pH buffer fosfat setelah penambahan HCl
10 ml
7
10 ml
6,5
10 ml
6,5
10 ml
6
15 ml
4
15 ml
3
15 ml
2,5
15 ml
2
15 ml
2
∑ = 115 ml
-


4.      Buffer fosfat + NaOH 0,05 N
pH NaOH                        = 12,7
pH buffer fosfat awal      = 7
Penambahan NaOH
pH buffer fosfat setelah penambahan NaOH
10 ml
7
10 ml
7
10 ml
7,5
10 ml
7,5
10 ml
8
10 ml
8
15 ml
9,5
15 ml
10
15 ml
11
15 ml
11
15 ml
11,5
15 ml
11,5
15 ml
11,5
15 ml
12
15 ml
12
∑ = 195 ml
-

5.      NaOH 0,05 N + HCl 0,05 N
pH HCl                = 1,3
pH NaOH awal    = 12,7
Penambahan HCl
pH NaOH setelah penambahan HCl
10 ml
12
10 ml
11
10 ml
11
10 ml
10
15 ml
6
15 ml
2
15 ml
2
∑ = 85 ml
-






Grafik 1. Perbedaan pH cairan rumen dan pH buffer fosfat setelah penambahan HCl 0,05 N

Grafik 2. Perbedaan pH cairan rumen dan pH buffer fosfat setelah penambahan NaOH 0,05 N




Grafik 3. Perubahan pH NaOH 0,05 N setelah penambahan HCl 0,05 N
Pembahasan
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat menjaga (mempertahankan) pH-nya dari penambahan asam dan basa kuat. Bila ditambah sedikit asam, komponen buffer yang bersifat basa akan mengikat ion H+ sehingga jumlah ion H+ tidak bertambah dan pH tidak menurun. Bila ditambahkan sedikit basa, komponen buffer yang bersifat asam akan mengikat ion OH- sehingga jumlah ion OH- tidak bertambah dan pH tidak meningkat. Buffer umumnya memiliki kapasitas penyangga dengan rentang 1 nilai pH diatas dan dibawah pH normal buffer tersebut.
Rumen merupakan bagian perut yang terbesar dari ruminansia dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Pencernaan fermentatif makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung baik apabila didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga atau buffer.
Dalam praktikum ini akan dilihat perbedaan perubahan pH antara cairan rumen dan buffer fosfat yang merupakan buffer buatan dengan penambahan asam kuat dan basa kuat. Asam kuat yang dipakai adalah HCl dengan pH 1,3 dan basa kuat yang dipakai adalah NaOH dengan pH 12,7. Buffer fosfat mempunyai pH 7, sedangkan cairan rumen yang dipakai dalam praktikum mempunyai pH yang berbeda yaitu 7 dan 8. Hal ini pun sedikit berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa rumen memiliki pH 6,8. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kesalahan pada pembacaan kertas indikator pH.
Pada percobaan penambahan HCl 0,05 N pada cairan rumen dan penambahan HCl 0,05 N pada buffer fosfat didapat hasil yang berbeda. Nilai awal pH pada cairan rumen tersebut adalah 8. Setelah diberi 10 ml HCl sebanyak empat kali, pH masih dapat dipertahankan di kisaran pH 8-6. Selanjutnya kembali diberi HCl 55 ml sampai 120 ml, ini mengakibatkan penurunan pH yang tinggi dari 6 menjadi 2. Hal ini menunjukan bahwa rumen dapat mempertahankan pH yang dimilikinya lebih baik bila dibandingkan dengan buffer fosfat yang dapat berubah nilai pH-nya menjadi 2 hanya dengan ditambahkan 115 ml HCl.
Percobaan selanjutnya adalah penambahan NaOH 0,05 N pada cairan rumen dan pada buffer fosfat. Didapatkan perubahan pH yang berbeda pula pada kedua jenis larutan. Nilai awal pH pada cairan rumen adalah 7. Setelah diberi 10 ml NaOH sebanyak tiga kali, pH berubah menjadi 9. Selanjutnya kembali diberi NaOH sebanyak 45 ml sampai 165 ml dan terjadi kenaikan pH yang tinggi dari 9 menjadi 12. Sedangkan kenaikan pH yang tinggi pada buffer fosfat terjadi pada penambahan NaOH sebanyak 195 ml. Hasil percobaan ini tidak sejalan dengan literatur yang menyebutkan bahwa rumen dapat mempertahankan pH-nya lebih baik dari buffer fosfat. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh adanya kesalahan pembacaan kertas indikator pH, kurang teliti dalam melakukan titrasi, ataupun kertas indikator pH yang sudah tidak akurat karena pemakaian yang lebih dari dua kali.
Percobaan yang terakhir adalah penambahan HCl 0,05 N pada 50 ml NaOH. Nilai awal pH pada NaOH adalah 12. Setelah diberi HCl sebanyak 10 ml, pH belum berubah. Selanjutnya kembali diberi NaOH sebanyak 30 ml sampai 85 ml dan terjadi penurunan pH yang tinggi dari 12 menjadi 2. Hal tersebut sangat berbeda dengan penambahan pada cairan rumen dan buffer fosfat yang masih dapat mempertahankan pH pada penambahan yang lebih banyak.

KESIMPULAN
Rumen dapat mempertahankan pH yang dimilikinya dari bahan-bahan yang bersifat asam maupun basa. Namun, apabila bahan-bahan tersebut berjumlah banyak, buffer yang berasal dari saliva tidak akan mampu mempertahankan pH rumen. Dapat di artikan bahwa buffer pada rumen mempunyai batas ambang tertentu dalam mempertahankan pH yang dimilikinya. Dari hasil kurva titrasi dapat dilihat bahwa rumen lebih bagus dalam mempertahankan pH daripada buffer fosfat, walaupun terdapat kesalahan pada penambahan NaOH. Rumen lebih bagus dalam mempertahankan pH dikarenakan adanya proses saliviasi di dalam rumen. Saliva yang dihasilkan kelenjar ludah berperan sebagi buffer alami bagi rumen sehingga kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus.


DAFTAR PUSTAKA
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hvelplund,T. 1991. Volatile Fatty Acids and Protein Production in The Rumen. In : J.P.Jouvany (Ed), Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion Inra: Paris.
Linggih, S. R dan P. Wibowo. 1988. Ringkasan Kimia. Ganeca Exact Bandung: Bandung.
Pantaya, Dadik. 2010. Penambahan Enzim Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatan Kandungan Energi Metabolis. (terhubung berkala)http://ejournal.unud.ac.id /abstrak/dadik%20pataya%20080102005.pdf(11 Maret 2011).
Soepranianondo, Koesnoto. 2005. Isi Rumen Sapi. Dalam: Media Kedokteran Hewan 21: 2.
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.
Trinci, A.P.J., D.R. Davies., K. Gull., M.L Lawrence., B.B. Nielsen., A. Rickers. And M.K. Theodorou. 1994. Anaerobic fungi in herbivorous animals. Myco. Res. 98:129-152.
Williams, A.G. and S.E.Withers. 1992. Changes in the rumen microbial population and its activities during the refaunation period after the reintroduction of cilliate protozoa into the rumen of defaunated sheep. Can. J Microbiol. 39:61-69.
Williams, G dan W.J.A. Payne. 1983. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University: Yogyakarta.


LAMPIRAN

Menghitung pH HCl dan NaOH
pH larutan HCl 0,05 N adalah:
HCl (aq) → H+ (aq) + Cl- (aq)
0,05 N         0,05 N     0,05 N
Konsentrasi [H+] = 0,05 N
pH = -log [H+]
      = -log 0,05 = 1,3

pH larutan NaOH 0,05 N adalah:
NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH- (aq)
0,05 N         0,05 N      0,05 N
Konsentrasi [OH-] = 0,05 N
pOH = -log [OH-]
         = -log 0,05 = 1.3
pH = pKw - pOH = 14 – 1,3 = 12,7
Membuat kurva titrasi
Buka Microsoft Excel → masukkan data pada kolom cell (data ini dibutuhkan pada saat membuat grafik)→ “Insert” → Charts (line) → Line with markers → arahkan kursor pada kolom charts → select data → “Add” → pada series name masukkan nama keterangan, contoh (cairan rumen + HCl) → pada series values masukkan data pH → kemudian “ok” → maka akan kembali ke tampilan awal → “Add” untuk membuat grafik kedua dan seterusnya  → pada “Edit” masukkan data volume larutan → “ok” → dan “ok” lagi  → maka akan tampil kurva.
Untuk menambahkan text dan keterangan lain, pilih menu “Insert” → “text box”  → kemudian arahkan kursor pada tempat yang dikehendaki dan tulis text.
Menghitung persamaan garis pada kurva titrasi
Setelah kurva dibuat, arahkan kursor pada garis yang ingin dicari persamaan garisnya dan klik kanan → “Add trendline” → pada Trendline Name, ubah pengaturan menjadi Custome  → berikan tanda centang pada Display Equation on Chart  → akan didapat persamaan garis y = bx + a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar